10 June 2024

Urban Farming Manfaatkan Lahan Terbatas di Lingkungan Apartemen

Berbagai jenis tanaman seperti melon, anggur, pisang dan sebagainya dibudidayakan di rooftop apartemen Gading Nias Residences/Dok. Beritajakarta.id
Berbagai jenis tanaman seperti melon, anggur, pisang dan sebagainya dibudidayakan di rooftop apartemen Gading Nias Residences/Dok. Beritajakarta.id

ICM.CO.ID – Dengan urban farming, lahan terbatas di lingkungan apartemen atau hunian bertingkat bukan saja menjadi hijau, tapi lebih dari itu, ada manfaat berupa tanaman pangan layak konsumsi sekaligus bisa menyalurkan hobi.

Sebelum membahas teknisnya, ada baiknya membahas sekilas sekalian mengingatkan tentang konsep urban farming. Definisinya secara umum adalah aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar kota yang melibatkan keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan tanaman makanan.

Konsep urban farming adalah memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua.

Pada umumnya, “menghijaukan” lahan terbatas di apartemen memang dengan tanaman hias atau tanaman sejenis yang banyak dikenal sebagai tanaman dalam ruangan (indoor).

BACA JUGA: Teknologi Digital untuk Peningkatan Mutu Apartemen di Seluruh Site Kelolaan ICM

Dengan konsep urban farming, tujuan penghijauan sebenarnya tetap dapat tercapai. Lebih dari itu kita bisa mendapatkan hasil tambahan berupa tanaman pangan seperti tomat, terong, cabai, pakcoy, caisim (sawi hijau), dan lainnya.

Lahan yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Bisa mulai dengan ukuran 1×1 meter atau 1×2 meter. Bisa lebih luas tentu lebih baik.

Sebelum memulai urban farming, hal terpenting adalah menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM). Sangat penting karena sebaik apapun lahan tersedia akan menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik.

Sesuai definisi di atas, urban farming membutuhkan keterampilan dan inovasi. Tapi, bukan berarti merupakan hal yang sulit. Sangat bisa dipelajari.

Setelah SDM dan lahan disiapkan, tinggal kita tentukan apakah menggunakan teknik hidroponik atau tetap menggunakan tanah. Teknik hidroponik menggunakan air untuk menggantikan tanah.

Dinas KPKP DKI Jakarta meninjau lokasi urban farming/Dok. Beritajakarta.id

BACA JUGA: Untuk Apa Saja Dana IPL Digunakan dan Bagaimana Menghitung Tarifnya?

Memang, untuk lahan terbatas di apartemen seperti di roof area (atap) atau balkon, teknik hidroponik bisa jadi solusi. Tidak perlu mencari tanah.

Tapi jika ingin menggunakan tanah pun sebenarnya tidak sulit. Sebab tanah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak.

Misalnya kita menggunakan media tanam berupa drum plastik yang dibelah dua kemudian dijejer. Tanah dibutuhkan hanya antara 15 cm sampai 20 cm saja ketebalannya. Begitu juga Jika menggunaran media lain, misalnya bekas ember.

Soal media tanam itu kembali kepada inovasi. Harus rajin dan pintar memodifikasi. Yang terpenting adalah disesuaikan dengan ketersediaan lahan.

Jika memilih menggunakan tanah seperti kegiatan bercocok tanam biasanya, pastikan nutrisi dalam tanahnya cukup. Kita bisa tambahkan nutrisi lain yang tersedia di pasaran tapi secukupnya saja.

Pastikan sirkulasi seperti pembuangan untuk air juga tersedia. Termasuk sirkulasi udara. Penting juga untuk menjaga ketersediaan air.

BACA JUGA: Sekilas Tentang Property Management

Suhu Udara dan Teknik Menyiram

Hal lain yang perlu diperhatikan dari taman di ketinggian seperti di apartemen adalah suhu udara. Di atas, misalnya di ketinggian pada lantai tertentu, pasti berbeda dengan suhu di bawah.

Jika terkena terik matahari langsung pada siang hari, sebaiknya dipasang paranet untuk mereduksi panas. Biasanya kalau terlalu lama terkena matahari langsung daun tanaman menjadi kuning, terbakar.

Jika masih ada lahan tersisa bisa didampingi dengan tanaman lain seperti tanaman indoor. Bisa tanaman Lidah Mertua (sansevieria), Palm, Wali Songo, atau tanaman lainnya. Bagus untuk membantu kesejukan udara di sekitar dan menambah estetika,

Di ketinggian, teknis menyiram tanaman juga penting untuk diperhatikan. Terutama dari sisi waktu. Pada pagi hari, misalnya, perubahan suhu di bangunan tinggi terjadi lebih cepat dibandingkan di bawah, maka sebaiknya tanaman disiram sekitar jam 6:30 WIB pagi. Jam 6 pagi pun sudah bisa.

Sorenya, sebaiknya setelah jam 4 sore tapi sebelum lewat jam 5:30 WIB sore. Jadi ya kira-kira sampai sekitar jam 5 lewat itu sebaiknya sudah disiram. Cara menyiramnya pun bukan seperti menyiram biasa supaya banyak kena air kemudian disemprot.

Jangan terlalu basah karena bisa busuk. Cukup disiram seperti cipratan saia. Seperti hujan halus. Gerimis kecil, seperti kena embun. Begitu lebih baik.

BACA JUGA: Ada Tomcat di Apartemen, Warga GMR Tak Panik, Ini yang Dilakukan Badan Pengelola

Pengelola apartemen Gading Nias Residences menerima bantuan perlengkapan urban farming dari Dinas KPKP DKI Jakarta/Dok. Beritajakarta.id

Berganti Jenis Usai Panen

Tidak butuh waktu lama untuk bisa panen. Seperti caisim atau pakcoy itu paling lama 2 bulan sudah cukup. Satu setengah bulan pun sebenarnya sudah bisa panen. Tidak perlu terlalu tinggi. Sejauh sudah layak panen sebaiknya segera dipetik. Begitu juga tanaman lainnya.

Setelah panen, sebaiknya di tempat yang sama diganti dengan tanaman lainnya. Misalnya, setelah panen pakcoy diganti dengan terong atau tomat. Itu akan lebih baik,

Pengalaman di apartemen Gading Nias Residences, Royal Mediterania Garden Residences, Apartemen Mediterania Garden Residences 2 dan Apartemen Madison Park, itu hasilnya positif. Penanaman dilakukan di ruang gondola dan balkon. Panennya juga bagus-bagus.

Uniknya, penghuni lebih aktif ketika tanaman hias diganti menjadi urban farming. Mereka sendiri ikut inisiatif merawat dan senang berlama-lama di cekitar kebun. Memang rata-rata usia tertentu seperti usia paruh baya ke atas. Mungkin karena mereka juga hobi dengan tanaman pangan seperti itu.

Ketika partisipasi aktif warga semakin tinggi, manajemen sebenarnya hanya perlu melakukan pendampingan. Tetap merawat dan mengontrol tetapi sudah terbantu dengan antusiasme para penghuni.

Bagi para penghuni, terdapat lahan yang bisa difungsikan untuk tanaman pangan mungkin juga menjadi sesuatu yang menarik. Sebab dulu kesannya tidak mungkin bercocok tanam ketika tinggal di hunian bertingkat seperti apartemen.

Dengan konsep urban farming, hal itu menjadi mungkin dan bahkan membuahkan hasil. Mereka bisa menanam kangkung, lamtoro, tomat, dan lainnya. Mewujudkan urban farming pada lahan terbatas di apartemen juga bukan barang mahal. Bahkan boleh dibilang sangat murah.

Membeli bibit dalam kemasan kecil seharga kurang dari Rp5 ribu sudah cukup untuk sampai 200 meter lahan. Hasilnya, jika dinilai, bisa berkali lipat bahkan ratusan persen keuntungannya.

Tapi sekali lagi, ketersediaan SDM ditambah sentuhan inovatif menjadi penentu kesuksesan bercocok tanam di lahan terbatas seperti di apartemen. ***

(Sumber: BULLETIN INNER CITY/VOL. X/NO.38)